DAN SALING TOLONG MENOLONGLAH DALAM KEBAIKAN

Sunday, September 9, 2012

25 HADIST INSPIRATIF tentang PERNIKAHAN


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim 

...Berikut ini ana ketengahkan 25 HADIST INSPIRATIF tentang PERNIKAHAN. Semoga Menjadi Inspirasi

1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, melarang laki-laki yang
menolak kawin (sebagai alasan) untuk beralih kepada ibadah melulu. (HR. Bukhari)

2. Wahai segenap pemuda, barangsiapa yang mampu memikul beban keluarga hendaklah kawin. Sesungguhnya perkawinan itu lebih dapat meredam gejolak mata dan nafsu seksual, tapi barangsiapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa karena (puasa itu) benteng (penjagaan) baginya. (HR. Bukhari)

3. Barang siapa kawin (beristeri) maka dia telah melindungi (menguasai) separo agamanya, karena itu hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang separonya lagi. (HR. Al Hakim dan Ath-Thahawi)


4. Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya maka kawinkanlah dia, dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

5. Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah benda (perhiasan) dan sebaik-baik benda (perhiasan) adalah wanita (isteri) yang sholehah. (HR. Muslim)

6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda kepada Ali Ra: "Hai Ali, ada tiga perkara yang janganlah kamu tunda-tunda pelaksanaannya, yaitu shalat apabila tiba waktunya, jenazah bila sudah siap penguburannya, dan wanita (gadis atau janda) bila menemukan laki-laki sepadan yang meminangnya." (HR. Ahmad)

7. Wanita dinikahi karena empat faktor, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu. (HR. Muslim)

8. Barangsiapa mengawini seorang wanita karena memandang kedudukannya maka Allah akan menambah baginya kerendahan, dan barangsiapa mengawini wanita karena memandang harta-bendanya maka Allah akan menambah baginya kemelaratan, dan barangsiapa mengawininya karena memandang keturunannya maka Allah akan menambah baginya kehinaan, tetapi barangsiapa mengawini seorang wanita karena bermaksud ingin meredam gejolak mata dan menjaga kesucian seksualnya atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan maka Allah akan memberkahinya bagi isterinya dan memberkahi isterinya baginya. (HR. Bukhari)

9. Seorang janda yang akan dinikahi harus diajak bermusyawarah dan bila seorang gadis maka harus seijinnya (persetujuannya), dan tanda persetujuan seorang gadis ialah diam (ketika ditanya). (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Note: Diamnya seorang gadis adalah tanda setuju sebab gadis lebih banyak malu ketimbang janda.

10. Sebaik-baik wanita ialah yang paling ringan mas kawinnya. (HR. Ath-Thabrani)

11. Tiada sah pernikahan kecuali dengan (hadirnya) wali dan dua orang saksi dan dengan mahar (mas kawin) sedikit maupun banyak. (HR. Ath-Thabrani)

12. Barangsiapa menjanjikan pemberian mas kawin kepada seorang wanita dan berniat untuk tidak menepatinya maka dia akan berjumpa dengan Allah Ta'ala sebagai seorang pezina. Barangsiapa berhutang tetapi sudah berniat untuk tidak melunasi hutangnya maka dia akan menghadap Allah 'Azza wajalla sebagai seorang pencuri. (HR. Ath-Thabrani)

13. Janganlah seorang isteri memuji-muji wanita lain di hadapan suaminya sehingga terbayang bagi suaminya seolah-olah dia melihat wanita itu. (HR. Bukhari)

14. Janganlah seorang isteri minta cerai dari suaminya tanpa alasan (sebab yang dibenarkan), niscaya dia tidak akan mencium bau surga yang baunya dapat dirasakan pada jarak tempuh empat puluh tahun. (HR. Ibnu Majah)

15. Allah subhannallahuwa ta’ala kelak tidak akan memandang (memperhatikan) seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya meskipun selamanya dia membutuhkan suaminya. (HR. Al Hakim)

16. Hak suami atas isteri ialah tidak menjauhi tempat tidur suami dan memperlakukannya dengan benar dan jujur, mentaati perintahnya dan tidak ke luar (meninggalkan) rumah kecuali dengan ijin suaminya, tidak memasukkan ke rumahnya orang-orang yang tidak disukai suaminya. (HR. Ath-Thabrani)

17. Tidak sah puasa (puasa sunah) seorang wanita yang suaminya ada di rumah, kecuali dengan seijin suaminya. (Mutafaq'alaih)

18. Tidak dibenarkan seorang wanita memberikan kepada orang lain dari harta suaminya kecuali dengan ijin suaminya. (HR. Ahmad)

19. Apabila seorang dari kamu hendak meminang seorang wanita dan dapat melihat bagian-bagian dari tubuhnya, hendaklah melakukannya. (HR. Ahmad)

Note: Islam menentukan batas yang boleh dilihat, demi kehormatan kaum wanita. Laki-laki yang hendak meminangnya hanya diperbolehkan melihat wajah dan kedua telapak tangannya. Hal itu sudah dianggap cukup mewakili seluruh tubuhnya. Kepada lelaki itu diberi kesempatan melihat batas yang. diperbolehkan itu lebih lama dari biasa, dengan harapan mungkin hal itu akan mendorong minatnya untuk mengawininya. Di dalam syarh Al-Imam An-Nawawi pada shahih Muslim disebutkan bahwa izin untuk melihat ini tidak harus dengan persetujuan wanita itu, dan sebaiknya dilakukan tanpa sepengetahuannya, karena hal itu mutlak diizinkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . tanpa syarat keridhaannya. Biasanya wanita akan malu untuk memberikan izin. Hal ini untuk menjaga agar tidak melukai perasaannya, kalau setelah melihatnya, lelaki itu kemudian mengundurkan diri. Karena itulah dianjurkan untuk melihat tanpa sepengetahuan si wanita sebelum melakukan peminangan.

21. Tidak dibenarkan manusia sujud kepada manusia, dan kalau dibenarkan manusia sujud kepada manusia, aku akan memerintahkan wanita sujud kepada suaminya karena besarnya jasa (hak) suami terhadap isterinya. (HR. Ahmad)

22. Bila seorang menggauli isterinya janganlah segan untuk mengucapkan doa: "Ya Allah, jauhkanlah aku dari setan dan jauhkan setan dari apa yang Engkau berikan rezeki bagiku (anak)." Sesungguhnya kalau seandainya Allah menganugerahkan bagi mereka anak maka anak tersebut tidak akan diganggu setan sama sekali. (HR. Bukhari)

23. Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah , "Apa hak isteri terhadap suaminya?" Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Memberi isteri makan bila kamu makan, memberinya pakaian bila kamu berpakaian, tidak boleh memukul wajahnya, tidak boleh menjelek-jelekkannya dan jangan menjauhinya kecuali dalam lingkungan rumahmu. (HR. Abu Dawud)

24. Apabila di antara kamu ada yang bersenggama dengan isterinya hendaknya lakukanlah dengan kesungguhan hati. Apabila selesai hajatnya sebelum selesai isterinya, hendaklah dia sabar menunggu sampai isterinya selesai hajatnya. (HR. Abu Ya'la)

Note: Hendaknya suami dan istri sama-sama merasakan kepuasan dan sama-sama mencapai ejakulasi.

25. Seburuk-buruk kedudukan seseorang di sisi Allah pada hari kiamat ialah orang yang menggauli isterinya dan isterinya menggaulinya dengan cara terbuka lalu suaminya mengungkapkan rahasia isterinya kepada orang lain. (HR. Muslim)

HADIST QUDSI:

Allah 'Azza wajalla berfirman (dalam hadits Qudsi): "Apabila Aku menginginkan untuk menggabungkan kebaikan dunia dan akhirat bagi seorang muslim maka Aku jadikan hatinya khusyuk dan lidahnya banyak berzikir. Tubuhnya sabar dalam menghadapi penderitaan dan Aku jodohkan dia dengan seorang isteri mukminah yang menyenangkannya bila ia memandangnya, dapat menjaga kehormatan dirinya, dan memelihara harta suaminya bila suaminya sedang tidak bersamanya. (HR. Ath-Thahawi)

Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatu, ...

Salam Sejahtera untuk SEMUANYA, ...


--- Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ... ----

Semoga bermanfaat dan Penuh Kebarokahan dari Allah ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
Read more »

Kuserahkan Diriku Kepadamu Ya Allah

Manusia adalah makhluk yang serba lemah. Sungguh sangat tidak pantas bila ada orang yang menyombongkan diri tidak butuh dengan pertolongan Allah l. Padahal berserah diri kepada Allah baik dalam keadaan lapang maupun sempit merupakan jalan menuju keselamatan.
Menyerahkan diri dan segala urusan hanya kepada Allah l kita kenal dengan istilah tawakal. Jadi, tawakal adalah menyerahkan diri (kita) dan segala urusan (kita) hanya kepada Allah l dalam mengambil segala macam manfaat dan menolak segala macam mudarat. Tawakal adalah salah satu jenis ibadah yang  diperintahkan oleh Allah l dan merupakan ibadah hati yang kebanyakan orang terjatuh dalam kesalahan yaitu syirikkepada Allah l dari sisi ini. Ibnul Qayyim t dalam kitabnya Madarijus Salikin (2/14) menyatakan bahwa al-Imam Ahmad t berkata, “Tawakal adalah amalan hati. Allah l berfirman:
‘Kepada Allah-lah kalian bertawakal jika kalian benar-benar orang yang beriman’.” (al-Ma’idah: 23)
Mengapa Harus Tawakal?
Bila kita memegangi konsep Qadariyyah (kelompok yang menolak takdir Allah l atau berkeyakinan bahwa manusia memiliki kemampuan sendiri yang tidak terkait dengan kekuasaan dan kehendak Allah l), maka kita akan mengatakan, “Untuk apa kita tawakal padahal kita memiliki kemampuan?”
Tentu hal seperti ini adalah konsep yang batil. Atau seperti yang diucapkan oleh Qarun dengan keangkuhannya:
“Qarun berkata, ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku’.” (al-Qashash: 78)
Sehingga ia tidak butuh kepada tawakal. Tentunya yang benar tidak seperti itu.
Tawakal, di samping sebagai perintah Allah l, juga merupakan perkara yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Bagaimana itu?
Marilah kita berlaku jujur terhadap diri kita. Kita diciptakan oleh Allah l dalam keadaan lemah di atas kelemahan. Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di t dalam tafsirnya mengatakan, “Lemah tubuhnya, lemah keinginannya, lemah kesungguh-sungguhannya, lemah imannya, dan lemah kesabarannya. Oleh karena itu, pantaslah Allah l meringankan (aturan syariat) yaitu perkara yang dia tidak sanggup untuk memikulnya dan tidak sanggup untuk dipikul oleh keimanan, kesabaran, dan kekuatannya.”
Apakah kita bisa berbuat dengan kelemahan itu tanpa bantuan dari Allah l? Jawabnya tentu saja tidak. Oleh karena itu, bila berbuat sebagai sarana untuk meraih yang diinginkan tidak akan bisa dilakukan melainkan dengan bantuan Allah l, lantas bagaimana bisa memetik hasil sebagai tujuan dari usaha tersebut tanpa bantuan dari Allah l? Allah l berfirman:
“Allah hendak memberikan keringanan kepada kalian dan manusia diciptakan bersifat lemah.” (an-Nisa’: 28)
“Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari keadaan lemah kemudian menjadikan kalian sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian dia menjadikan kalian sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendakinya dan Dialah Yang Maha Mengetahui dan Mahakuasa.” (ar-Rum: 54)
Ayat di atas sangat jelas sebagai bantahan terhadap konsep Qadariyyah yang memiliki kesombongan atas kekuatan (kemampuan) yang ada pada dirinya dan ingin melepaskan diri dari Allah l. Oleh karena itu, untuk apa engkau menyerahkan diri dan urusanmu kepada kemampuan diri sendiri padahal dirimu lemah tidak berdaya? Qarun dengan kemampuannya menumpuk harta yang diberikan Allah l dan menyandarkan semua wujud keberhasilannya kepada ilmunya. Pada akhirnya, ia harus menelan kepahitan hidup yang saat itu ia tidak bisa menyelamatkan diri sendiri dan tidak bisa menelurkan idenya agar bisa kembali berbangga dengan harta dan pendukungnya. Bukankah pengetahuan kita terbatas? Allah l menjelaskan:
“Dan tidaklah kalian diberi ilmu melainkan sedikit.” (al-Isra’: 85)
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (al-Ahzab: 72)
Semua ini menggambarkan kepada kita tentang sangat butuhnya kita kepada Allah l dan tidak akan mungkin—meski sekejap mata—untuk terlepas dari Allah l. Terlebih lagi kita berasal dari sifat kelemahan dan tidak mengetahui apa-apa.
Kedudukan Tawakal dalam Agama
Tawakal memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama, bagaikan kepala terhadap jasad. Bahkan tawakal merupakan cerminan iman dan syarat keimanan seseorang. Allah l berfirman:
“Kepada Allah-lah kalian bertawakal (menyerahkan diri) jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (al-Ma’idah: 23)
Allah l juga berfirman:
“Musa berkata, ‘Wahai kaumku, jika kalian beriman kepada Allah hendaklah kalian bertawakal kepada-Nya jika kalian orang-orang yang tunduk’.” (Yunus: 84)
Rasulullah n bersabda:
“Suatu kaum masuk ke dalam al-jannah (surga) yang hati-hati mereka bagaikan hati-hati burung.” (Sahih, HR. Muslim)
Al-Imam an-Nawawi t berkata, “Sebagian ulama memberikan makna ‘hati mereka bagaikan hati burung’ adalah orang-orang yang bertawakal.” (Riyadhush Shalihin)
Ibnul Qayyim t mengatakan bahwa Allah l menjadikan tawakal sebagai syarat dari iman, menunjukkan bahwa tidak ada iman ketika tidak ada tawakal. Dalam ayat yang lain, Allah l berfirman, “Musa berkata, ‘Wahai kaumku, jika kalian beriman kepada Allah hendaklah kalian bertawakal kepada-Nya jika kalian orang-orang yang tunduk’.” (Yunus: 84)
Allah l menjadikan kesahihan (kebenaran) Islamnya (seseorang) adalah dengan tawakal. Tatkala tawakal seorang hamba kuat, imannya akan menjadi lebih kuat dan apabila tawakalnya lemah maka ini bukti bahwa imannya lemah dan mesti terjadi. Allah l telah menghimpun (di dalam Al-Qur’an) antara tawakal dan ibadah, tawakal dan iman, tawakal dan takwa, tawakal dan Islam, serta antara tawakal dan hidayah. (Thariqul Hijratain, hlm. 327)
Allah l berfirman dalam Al-Qur’an yang menjelaskan pertolongan-Nya, pembelaan-Nya, dan kecukupan yang akan diberikan-Nya kepada orang yang bertawakal:
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya.” (ath-Thalaq: 3)
Tawakal Diiringi dengan Usaha
Tawakal yang tidak diiringi dengan usaha termasuk cermin kekurangan dan buruknya agama seseorang. Sebagaimana kita ketahui, tawakal tidak bisa lepas dari iman dan Islam seperti penjelasan di atas.
Ibnu Taimiyah t mengatakan, “Meninggalkan sebab-sebab (usaha dalam bertawakal) termasuk corengan terhadap syariat-Nya, sedangkan menyandarkan diri kepada sebab-sebab itu termasuk kesyirikan kepada Allah l.”
Ibnul Qayyim t mengatakan, “Termasuk sebesar-besar kejahatan dalam agama adalah meninggalkan sebab (usaha) dan menyangka bahwa yang demikian itu termasuk meniadakan tawakal.” (Syarah al-Qaulul Mufid, hlm. 62)
Ibnul Qayyim t mengatakan, “Barang siapa yang meninggalkan sebab/usaha (dalam tawakal) maka tawakalnya belum lurus. Namun termasuk dari kesempurnaan tawakal adalah tidak condong kepada sebab-sebab itu, memutuskan keterkaitan hati dari sebab-sebab itu.”
Kemudian setelah itu beliau mengatakan, “Tidak akan tegak dan bernilai dalam menjalani usaha itu melainkan harus di atas tawakal.” (Madarijus Salikin, 2/120)
Dalil yang menunjukkan bahwa tawakal itu harus dibarengi dengan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari sahabat ‘Umar ibnul Khaththab z:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوْحُ بِطَاناً
“Bila kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana dia memberikan rezeki kepada burung; pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan pulang dalam keadaan kenyang.” (Disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani t dalam Shahihul Jami no. 5254)
Macam-Macam Tawakal
Tawakal sebagai satu bentuk ibadah juga mengandung celah bagi seseorang untuk bermaksiat di dalamnya sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Oleh karena itu, para ulama membagi tawakal menjadi beberapa bagian:
Pertama, tawakal ibadah.
Yaitu tawakal yang membuahkan ketundukan dan pengagungan serta kecintaan dalam mencari segala manfaat dan menolak segala bentuk mudarat. Tawakal ini hanya diberikan kepada Allah l semata.
Kedua, tawakal syirik.
Yaitu tawakal ibadah yang diberikan kepada selain Allah l dan ini termasuk syirik besar. Barang siapa memberikannya kepada selain Allah l, maka dia telah keluar dari Islam, telah musyrik dan kafir.
Apabila seseorang menyandarkan dirinya dengan bertawakal dalam hatinya kepada selain Allah l dalam masalah rezeki dan kehidupannya, maka ini termasuk syirik kecil. Jenis tawakal seperti ini diistilahkan oleh sebagian ulama dengan syirik khafi (yang tersembunyi).
Ketiga, tawakal yang diperbolehkan.
Yaitu menyerahkan satu bentuk urusan kepada orang lain dan orang tersebut mampu untuk melakukannya, maka hal ini diperbolehkan1. Seperti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah n ketika menyerahkan tugas untuk menyembelih apa yang masih tersisa dari hewan qurban beliau kepada ‘Ali bin Abi Thalib z sebagaimana dalam riwayat al-Imam Muslim t, dari sahabat Jabir bin ‘Abdullah z. Juga sebagaimana beliau menyerahkan tugas penjagaan harta zakat fithri kepada Abu Hurairah z yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari t, dan sebagaimana beliau telah mewakilkan kepada ‘Urwah bin al-Ja’d z untuk membeli binatang qurban.
Walhasil, tawakal adalah salah satu jenis ibadah yang terkait dengan hati, yang memiliki kedudukan yang tinggi di dalam agama. Tawakal tidak akan sempurna melainkan harus disertai dengan ikhtiar (usaha) dengan menjalankan sebab-sebabnya. Tawakal mempunyai hubungan yang sangat erat dengan iman, Islam, ibadah, hidayah, dan takwa.
Wallahu a’lam.

SILAHKAN DI SUKAI / DI BAGIKAN KE BERANDA / DI TANDAI DI SALAH SATU FOTO DI ALBUM JIKA YANG DI TANDAI DAPAT TERMOTIVASI TUK BAIK,. INSYAALAH AKAN DI CATATKAN SEBAGAI SUATU AMAL BAIK, AAMIIN,.

(¯`'•.¸(¯`'•.¸*♥♥♥♥*¸.•'´¯)¸.•' ´¯)
♥(¯`'•.¸(¯`'•.¸*♥♥*¸.•'´¯ )¸.•' ´¯)♥
♥♥(¯`'•.¸(¯`'•.¸**¸.•'´¯) ¸.•'´ ¯)♥♥
.•*´¨`*••• by-boy’s•••♥*´¨`*•.
(_¸.•'´(_¸.•'´*♥♥♥♥*`'•.¸_)`'• .¸_)
♥(_¸.•'´(_¸.•'´*♥♥*`'•.¸_ )`'•. ¸_)♥
♥♥(_¸.•'´(_¸.•'´**`'•.¸_) `'•.¸ _)♥♥
´´´¶¶¶¶¶¶´´´´´´¶¶¶¶¶¶´´´
´´¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶´´¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶´´´
´¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶´´´´¶¶¶¶´´´
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶´´´´¶¶¶¶´´´
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶´´¶¶¶¶¶ ´´´
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶ ´¶¶¶¶¶´´´
´¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶´´
´´´¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶´´´
´´´´´¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶´´´
´´´´´´´¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶´´´
´´´´´´´´´¶¶¶¶¶¶¶¶´´´
´´´´´´´´´´´¶¶¶¶´´´
´´´´´´´´´´´´¶¶
(´'`v´'`)
`•.¸.•´♥ Semoga Bermanfaat ...Aamiin Ya Robbal
'alamiin ♥
♥*~♥.•*`¨´*•.*♥*.•*`¨´*♥*(¨*•.¸´•.¸ ﷲ
*♥*.•*`¨´*•.♥~*♥
´•.¸) ♥.````•.¸) SALAM UHIBBUKUM FLILAH
Read more »

 
Powered by Blogger